Sebagai
seorang muslim, tentunya kita diperintahkan oleh Allah subhanahu
wata'ala untuk mengikuti bimbingan Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam adalah suri teladan yang
terbaik bagi umatnya.
Allah subhanahu wata'ala berfirman :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا (21)
(artinya) : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Al Ahzab : 21).
Dan kebahagian atau kesengsaraan seorang hamba di dunia dan di akhirat, itu tergantung bagaimana dia dalam mengikuti Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam kehidupannya. Baik itu berupa hubungan dia dengan Allah subhanahu wata'ala atau dengan manusia yang lainnya. Atau hubungan antara dia dengan keluarganya atau dengan dirinya sendiri. Dan demikian pula hubungan antara dia dengan makhluk yang lainnya, baik yang bernyawa seperti hewan atau pun yang lainnya. Seluruh hal ini telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Dalam hadits yang shahih Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda:
Allah subhanahu wata'ala berfirman :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا (21)
(artinya) : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Al Ahzab : 21).
Dan kebahagian atau kesengsaraan seorang hamba di dunia dan di akhirat, itu tergantung bagaimana dia dalam mengikuti Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam kehidupannya. Baik itu berupa hubungan dia dengan Allah subhanahu wata'ala atau dengan manusia yang lainnya. Atau hubungan antara dia dengan keluarganya atau dengan dirinya sendiri. Dan demikian pula hubungan antara dia dengan makhluk yang lainnya, baik yang bernyawa seperti hewan atau pun yang lainnya. Seluruh hal ini telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Dalam hadits yang shahih Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : كُلُّ
أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلاَّ مَنْ أَبَى قَالُوا : يَا رَسُولَ
اللهِ ، وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ ، وَمَنْ
عَصَانِي فَقَدْ أَبَى.
(artinya) : seluruh umatku akan masuk
surga kecuali yang enggan. (Para shahabat) bertanya : wahai Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam, siapa yang enggan? Beliau shallallahu
'alaihi wasallam menjawab : barangsiapa yang mentaatiku, maka dia akan
masuk surga dan barangsiapa yang bermaksiat (tidak mentaati beliau)
kepadaku maka dia enggan masuk surga. (HR. Al Bukhori no. 7280 dari Abu
Hurairah).
Dalam riwayat yang lain, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
عَنْ
أَبِى مُوسَى عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِنَّ مَثَلِى
وَمَثَلَ مَا بَعَثَنِىَ اللَّهُ بِهِ كَمَثَلِ رَجُلٍ أَتَى قَوْمَهُ
فَقَالَ يَا قَوْمِ إِنِّى رَأَيْتُ الْجَيْشَ بِعَيْنَىَّ وَإِنِّى أَنَا
النَّذِيرُ الْعُرْيَانُ فَالنَّجَاءَ. فَأَطَاعَهُ طَائِفَةٌ مِنْ
قَوْمِهِ فَأَدْلَجُوا فَانْطَلَقُوا عَلَى مُهْلَتِهِمْ وَكَذَّبَتْ
طَائِفَةٌ مِنْهُمْ فَأَصْبَحُوا مَكَانَهُمْ فَصَبَّحَهُمُ الْجَيْشُ
فَأَهْلَكَهُمْ وَاجْتَاحَهُمْ فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ أَطَاعَنِى وَاتَّبَعَ
مَا جِئْتُ بِهِ وَمَثَلُ مَنْ عَصَانِى وَكَذَّبَ مَا جِئْتُ بِهِ مِنَ
الْحَقِّ ».
(artinya) : sesungguhnya permisalanku dan apa yang
Allah subhanahu wata'ala mengutusku dengannya, seperti seorang yang
datang kepada kaumnya. Lalu dia mengatakan : wahai kaumku, sesungguhnya
aku melihat dengan mata kepalaku sendiri ada suatu pasukan (yang akan
datang menyerang), dan sesungguhnya aku adalah seorang pemberi
peringatan, maka selamatkanlah (diri kalian). Sekelompok orang dari
kaumnya pun mentaatinya, sehingga mereka berjalan (di waktu malam) dan
pergi dengan diam-diam (meninggalkan tempat mereka). Dan sekelompok yang
lain, mereka mendustakannya. Sehingga tatkala waktu pagi datang, mereka
masih berada di tempat mereka. Lalu pasukan tersebut pun menyerang dan
membinasakan mereka. Maka yang demikian itu seperti seorang yang
mentaatiku dan mengikuti apa yang aku datang dengannya (sehingga dia pun
selamat), dan seperti seorang yang bermaksiat kepadaku dan mendustakan
apa yang aku datang dengannya berupa kebenaran (sehingga dia pun
binasa). (HR. Al bukhori no. 7283 dan Muslim no. 6094 dari Abu Musa).
Maka
barangsiapa yang menginginkan keselamatan, baik di dunia atau di
akhirat, hendaklah dia mencontoh dan mengikuti Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam. Baik itu dalam urusan dunia dan terlebih lagi urusan
akhirat. Dan diantara yang beliau bimbingkan adalah bagaimana sikap yang
benar ketika turun hujan dan hukum-hukum yang terkait dengan turunnya
hujan.
Hujan merupakan salah satu nikmat yang Allah subhanahu
wata'ala turunkan kepada hamba-hambaNya. Namun tidak semua orang
mendapatkan nikmat ini. Ada sebagian mereka yang mendapatkannya,
sehingga mereka pun hidup dengan bahagia, dan demikian pula hewan-hewan
yang ada di sekeliling mereka. Dan ada pula sebagian mereka yang Allah
subhanahu wata'ala tidak menurunkan hujan kepada mereka, sehingga mereka
pun hidup dalam kesengsaraan. Mereka berpindah dari satu tempat ke
tempat yang lain, dalam rangka untuk mencarinya.
Sebelum hujan
turun, biasanya muncul dilangit beberapa tanda. Seperti awan hitam,
suara petir, angin yang kencang dan yang lainnya. Bagi sebagian orang,
mereka menganggap hal ini adalah hal yang biasa saja. Namun,
sesungguhnya ini merupakan salah satu dari tanda kekuasaan Allah
subhanahu wata'ala yang Allah subhanahu wata'ala perlihatkan kepada
hambaNya. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
tatkala melihat hal yang semacam ini, beliau merasa takut. Beliau
khawatir kalau seandainya itu merupakan adzab dari Allah subhanahu
wata'ala.
Perhatikanlah keadaan kaum ‘Aad. Tatkala mereka
melihat awan yang hitam menuju tempat mereka, mereka bergembira
dengannya. Mereka menyangka bahwa akan turun kepada mereka hujan
sehingga mereka bisa mengambil manfaat darinya. Allah subhanahu wata'ala
kisahkan mereka dalam Al Quran:
فَلَمَّا رَأَوْهُ عَارِضًا
مُسْتَقْبِلَ أَوْدِيَتِهِمْ قَالُوا هَذَا عَارِضٌ مُمْطِرُنَا بَلْ هُوَ
مَا اسْتَعْجَلْتُمْ بِهِ رِيحٌ فِيهَا عَذَابٌ أَلِيمٌ (24) تُدَمِّرُ
كُلَّ شَيْءٍ بِأَمْرِ رَبِّهَا فَأَصْبَحُوا لَا يُرَى إِلَّا
مَسَاكِنُهُمْ كَذَلِكَ نَجْزِي الْقَوْمَ الْمُجْرِمِينَ (25)
(artinya)
: Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke
lembah-lembah mereka, berkatalah mereka: "Inilah awan yang akan
menurunkan hujan kepada kami." (Bukan!) bahkan itulah adzab yang kamu
minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung adzab
yang pedih, yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Robbnya,
maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas)
tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang
berdosa. (Al Ahqof : 24-25)
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِىِّ
-صلى الله عليه وسلم- أَنَّهَا قَالَتْ وَكَانَ إِذَا رَأَى غَيْمًا أَوْ
رِيحًا عُرِفَ ذَلِكَ فِى وَجْهِهِ. فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَى
النَّاسَ إِذَا رَأَوُا الْغَيْمَ فَرِحُوا. رَجَاءَ أَنْ يَكُونَ فِيهِ
الْمَطَرُ وَأَرَاكَ إِذَا رَأَيْتَهُ عَرَفْتُ فِى وَجْهِكَ
الْكَرَاهِيَةَ قَالَتْ فَقَالَ « يَا عَائِشَةُ مَا يُؤَمِّنُنِى أَنْ
يَكُونَ فِيهِ عَذَابٌ قَدْ عُذِّبَ قَوْمٌ بِالرِّيحِ وَقَدْ رَأَى قَوْمٌ
الْعَذَابَ فَقَالُوا (هَذَا عَارِضٌ مُمْطِرُنَا) ».
Dalam
riwayat Al Bukhori dan Muslim, Aisyah menceritakan keadaan Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam tatkala melihat kondisi langit yang
berubah. Beliau berkata : Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
tatkala melihat mendung atau angin, (terjadi perubahan pada keadaan
beliau) hal itu diketahui dari wajah beliau. Maka Aisyah pun bertanya :
wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, aku melihat manusia
apabila mereka melihat mendung, mereka senang. Mereka berharap akan
turun hujan. (Namun) aku melihatmu, jika engkau melihat mendung, aku
melihat di wajahmu ada kebencian (kegelisahan). Beliau shallallahu
'alaihi wasallam bersabda : wahai Aisyah, apa yang bisa membuatku merasa
aman, boleh jadi padanya ada adzab, sungguh telah diadzab suatu kaum
dengan angin, dan sungguh ada suatu kaum yang mereka melihat adzab
mereka justru mengatakan : ini adalah mendung yang akan menurunkan hujan
kepada kami. (HR. Al Bukhori no. 4829 dan Muslim no. 2123 dari Aisyah).
عَنْ
عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهَا قَالَتْ كَانَ
النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا عَصَفَتِ الرِّيحُ قَالَ «
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا فِيهَا وَخَيْرَ مَا
أُرْسِلَتْ بِهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا فِيهَا وَشَرِّ
مَا أُرْسِلَتْ بِهِ ». قَالَتْ وَإِذَا تَخَيَّلَتِ السَّمَاءُ تَغَيَّرَ
لَوْنُهُ وَخَرَجَ وَدَخَلَ وَأَقْبَلَ وَأَدْبَرَ فَإِذَا مَطَرَتْ
سُرِّىَ عَنْهُ فَعَرَفْتُ ذَلِكَ فِى وَجْهِهِ. قَالَتْ عَائِشَةُ
فَسَأَلْتُهُ فَقَالَ « لَعَلَّهُ يَا عَائِشَةُ كَمَا قَالَ قَوْمُ عَادٍ
(فَلَمَّا رَأَوْهُ عَارِضًا مُسْتَقْبِلَ أَوْدِيَتِهِمْ قَالُوا هَذَا
عَارِضٌ مُمْطِرُنَا) ».
Aisyah istri Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam juga pernah mengatakan (yang artinya) : adalah Nabi shallallahu
'alaihi wasallam apabila bertiup angin yang kencang, beliau berdoa :
Allahumma inni as aluka khoiroha wa khoiro ma fiiha wa khoiro ma ursilat
bihi wa Allah subhanahu wata'ala’udzibuka men syarriha wa syarri ma
fiha wa syarri ma ursilat bihi (yang artinya : wahai Allah, sesungguhnya
aku meminta kepadaMu kebaikannya dan kebaikan yang ada padanya, serta
kebaikan yang dia diutus dengannya. Dan aku berlindung kepadaMu dari
kejelekannya dan kejelekan yang ada padanya, serta kejelekan yang dia
diutus dengannya).
Dan apabila langit berubah keadaannya,
berubah warnanya, maka beliau shallallahu 'alaihi wasallam keluar masuk,
ke depan dan ke belakang (yakni beliau gelisah). Dan jika telah turun
hujan, maka beliau pun senang. Aku mengetahui hal itu dari raut muka
beliau shallallahu 'alaihi wasallam. Aisyah pun menanyakan hal tersebut
kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau pun menjawab :
barangkali wahai Aisyah, sebagaimana kaum ‘Aad dahulu mereka mengatakan
tatkala mereka melihat mendung menuju tempat mereka, mereka berkata :
ini adalah mendung yang akan menurunkan hujan kepada kami (padahal yang
sesungguhnya itu adalah adzab dari Allah subhanahu wata'ala). (HR.
Muslim no. 2122 dari Aisyah).
Maka dari sini kita mengetahui
bahwa tidaklah setiap hujan itu mengandung manfaat bagi orang yang
diturunkan kepada mereka hujan. Bahkan ada diantara hujan yang padanya
mengandung adzab dari Allah subhanahu wata'ala. Dan kita saksikan di
zaman ini, di berbagai tempat turun padanya hujan, namun hujan tersebut
bukan membawa kebaikan tapi justru keburukan, seperti banjir bandang,
tanah longsor, dan yang lainnya. Oleh karena itu, bagi seorang muslim,
tatkala dia melihat tanda-tanda akan diturunkan hujan, hendaklah dia
berdoa kepada Allah subhanahu wata'ala agar menjadikan pada mendung
tersebut ada hujan yang bermanfaat. Dan semoga air hujan yang turun
tersebut, membawa kebaikan bagi penduduk bumi sehingga dengannya tumbuh
berbagai jenis tanaman dan tidak merusak apa yang di bumi.
Sebagian
ulama, seperti Al ‘Aini, mengatakan : hujan yang turun ke muka bumi
padanya ada dua kenikmatan, yaitu nikmat adanya air sehingga manusia dan
hewan bisa mengambil manfaat darinya, dan (hujan) merupakan sebab
tumbuhnya berbagai jenis tanaman, (yang manusia dan hewan juga mengambil
manfaat darinya).
Kemudian, diantara bimbingan Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam terkait permasalahan turunnya hujan adalah
meyakini bahwa turunnya hujan merupakan kekhususan ilmu Allah subhanahu
wata'ala. Yakni bahwasanya Dialah Allah subhanahu wata'ala satu-satunya
yang mengetahui kapan turunnya. Sehingga, tidak ada seorang pun yang
mampu mengetahui kapan turunnya hujan. Dalam Al Quran Allah subhanahu
wata'ala berfirman :
إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ
وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي
نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ
إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (34)
(artinya): Sesungguhnya
Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan
Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim.
Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan
diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi
mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal. (Luqman : 34)
Lalu bagaimana dengan berita-berita
tentang turunnya hujan, baik yang ada di koran, majalah, radio atau yang
lainnya? permasalahan ini telah dijawab oleh para ulama. Mereka
mengatakan : hal ini diperbolehkan dengan dua syarat. Yang pertama
hendaklah berita-berita tersebut dibangun diatas qorinah (tanda-tanda)
yang ada dan dengan menggunakan alat-alat yang sudah diketahui (yakni
digunakan untuk meneliti cuaca). Dan yang kedua, hendaklah berita-berita
yang semacam ini dibangun diatas persangkaan bukan secara yakin,
sekalipun telah menggunakan alat. Karena yang namanya alat, tidak bisa
memberikan kepastian, dan kepastian itu hanya dari sisi Allah subhanahu
wata'ala. Terkadang dalam penelitian, terdapat tanda-tanda akan
diturunkannya hujan, namun tatkala Allah subhanahu wata'ala menghendaki
untuk tidak turun hujan, maka hujan pun tidak turun walau hanya setetes
air. Sehingga kita tidak boleh memastikan turunnya hujan.
Dan
diantara bimbingan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang lain
ketika turun hujan adalah menyandarkannya kepada Allah subhanahu
wata'ala. Dialah Allah subhanahu wata'ala satu-satunya yang mampu untuk
mendatangkan hujan. Dan tidak ada seorang pun yang mampu untuk
mendatangkannya. Maka jika ada seorang yang mengaku bisa mendatangkan
hujan, maka sungguh dia telah berdusta. Adapun bila turun hujan dengan
sebab dia, maka itu merupakan bentuk pancingan dari Allah subhanahu
wata'ala untuk menguji hamba-hambaNya. Jika ada yang percaya bahwa dia
mampu menurunkan hujan, maka orang tersebut telah kafir kepada Allah
subhanahu wata'ala. Dan orang yang mendustakannya, maka orang tersebut
telah beriman kepada Allah subhanahu wata'ala.
عَنْ زَيْدِ بْنِ
خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ أَنَّهُ قَالَ صَلَّى لَنَا رَسُولُ اللهِ صلى الله
عليه وسلم صَلاَةَ الصُّبْحِ بِالْحُدَيْبِيَةِ عَلَى إِثْرِ سَمَاءٍ
كَانَتْ مِنَ اللَّيْلَةِ فَلَمَّا انْصَرَفَ النَّبِيُّ صلى الله عليه
وسلم أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ ، فَقَالَ : هَلْ تَدْرُونَ مَاذَا قَالَ
رَبُّكُمْ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ أَصْبَحَ مِنْ
عِبَادِي مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ
اللهِ وَرَحْمَتِهِ فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِي كَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا
مَنْ قَالَ بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا فَذَلِكَ كَافِرٌ بِي مُؤْمِنٌ
بِالْكَوْكَبِ.
Zaid bin Kholid, seorang shahabat Nabi shallallahu
'alaihi wasallam yang mulia, beliau pernah mengatakan : Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam mengerjakan sholat subuh bersama kami di
Hudaibiyyah. (Waktu itu) masih ada bekas dilangit karena (hujan yang
turun) tadi malam. Tatkala telah selesai, beliau menghadap kepada
manusia (para jamaah). Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bertanya :
apakah kalian tahu apa yang dikatakan oleh Robb kalian? Mereka menjawab :
Allah dan RosulNya yang lebih mengetahui. Beliau shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda : (Allah subhanahu wata'ala berfirman (yang artinya) )
di waktu pagi ini, ada yang beriman kepadaKu dan ada pula yang kafir
kepadaKu. Adapun orang yang mengatakan kami diberi hujan dengan
keutamaan dari Allah subhanahu wata'ala dan rahmatNya, maka dia beriman
kepadaKu dan kafir dengan bintang-bintang. Dan adapun orang yang
mengatakan (kami diberi hujan) dengan sebab bintang ini dan bintang itu,
maka dia kafir kepadaKu dan beriman dengan bintang-bintang. (HR. Al
Bukhori no. 1038 dan Muslim no.240 dari Zaid Bin Kholid).
Adapun
mereka yang menyandarkan hujan kepada selain Allah subhanahu wata'ala,
maka secara terperinci mereka terbagi menjadi tiga bagian :
Pertama
: Orang yang menisbatkan turunnya hujan kepada selain Allah subhanahu
wata'ala. Yakni meyakini bahwa selain Allah subhanahu wata'ala dialah
yang menurunkan hujan. Maka orang yang semacam ini, dia telah terjatuh
kedalam syirik besar.
Kedua : Orang yang menisbatkan sebab
turunnya hujan kepada selain Allah subhanahu wata'ala. Yakni meyakini
bahwa selain Allah subhanahu wata'ala dia adalah sebagai sebab turunnya
hujan, adapun yang menurunkan hujan adalah Allah subhanahu wata'ala.
Maka orang yang semacam ini, dia telah terjtuh kepada syirik kecil.
Ketiga
: Orang yang menisbatkan turunnya hujan kepada waktu tertentu. Sebagai
contohnya mereka menisbatkan turunnya hujan di waktu bintang tertentu
muncul. Para ulama berselisih dalam menghukumi hal ini, dan pendapat
yang shahih Wallahu a'lam, adalah dilihat kepada orang yang
melakukannya. Jika dia memiliki ketergantungan terhadap bintang
tersebut, maka hendaklah dia dilarang karena bisa menjerumuskan kedalam
syirik.
Inilah diantara bimbingan Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam ketika hujan turun. Semoga yang sedikit ini bermanfaat bagi
kita semuanya. Wallahu a'lam.
http://www.salafybpp.com/5-artikel-terbaru/204-bimbingan-rasulullah-shallallahu-alaihi-wasallam-tatkala-hujan.html
0 komentar:
Posting Komentar